Batik Belanda merupakan jenis batik yang tumbuh dan berkembang antara 1840 – 1940. Kebanyakan dibuat di daerah pesisir,seperti Pekalongan,dengan pasar masyarakat Belanda dan Indo-Belanda. Kebanyakan berbentuk sarung,batik Belanda tampil dalam pola dan motif yang khas. Umumnya masuk pola buketan,dalam paduan aneka bunga yang dirangkai,dengan imbuhan ragam hias burung (terutama bangau,angsa,burung-burung kecil dan kupu-kupu), dalam warna cerah sesuai selera masyarakat Eropa.
Berbeda dari motif batik Indonesia lainnya yang umumnya diungkap dalam bentuk stilasi,motif pada batik Belanda hadir dalam bentuk nyata : Bunga,satwa,pesawat terbang,prajurit berbaris memanggul senjata,dan sebagainya. Bahkan banyak wastra batik Belanda yang menampilkan fragmen gambar dari dongeng-dongeng eropa seperti si Kopiah Merah,Putih Salju dan Hanzel dan Gretel. Beberapa wastra menghadirkan pengaruh budaya Cina,seperti pola Dewi Hsi Wang Mu,pola wayang bahkan adegan sirkus.
Dari sekedar memesan wastra batik kepada para perajin atau saudagar yang ada, belakangan batik Belanda dibuat sendiri oleh kalangan Belanda di Indonesia. Iwan Tirta dalam buku Batik, Sebuah Lakon,maupun Santosa H.Dullah dalam buku batik,”Pengaruh Zaman dan Lingkungan” menyebut Carolina Josephina von Franquemont sebagai pelopornya,yang mendirikan perusahaan batik di Surabaya tahun 1840 yang kemudian memindahkan usahanya ke Semarang. Ia terkenal dengan penemuan warna hijau dari zat warna nabati yang tahan luntur,zat yang kemudian dikenal sebagai hijau franquemont.
Iwan maupun Santosa juga menyebut pelopor lainnya,yakni Catharina Carolina van Oosterom, yang produk-produk batiknya dikenal sebagai batik Panastroman (dari kata van Oosterom),dibuat di Semarang,lalu pindah ke Banyumas dengan pola-pola yang banyak menampilkan pengaruh keraton.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar